7 Apr 2012

Jilbab itu Tidak Sama Dengan Kerudung


Al kisah ada seorang wanita muslim yang tengah beranjak dewasa, karena keyakinan dan rasa ingin tau nya yang besar iapun memburu mencari tahu tentang kewajiban menutup aurat, Maka iapun mencari tahu perbedaan antara jilbab dan kerudung itu, ia pun bertanya : "saya ingin penjelasan seputar jilbab dan khimar, serta busanah muslimah dalam kehidupan sehari-hari. Saya dengar bahwa memakai jilbab itu tidak wajib. Sehingga banyak muslimah yang memakai baju-baju ketat dan celana panjang, karena menurut mereka yang penting itu sudah menutupin auratnya."


 


Jawab : 

1. Pengantar

Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam al-Qur’an surah An-Nuur [24]: 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya: khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah al-Ahzab [33]: 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah.

Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah. 

Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat atau menggunakan bahan tekstil yang transparan tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.

Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang sesungguhnya). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.

Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah dosa dan kesesatan.

Berkaitan dengan itu, Nabi Saw pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing , termasuk busana jilbab, sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap bersabar, dan memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan insya Allah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi Saw :

“Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” [HR. Muslim no. 145].

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata, “Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah Saw menjawab, “Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” [HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan].


2. Aurat Dan Busana Muslimah


Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampuradukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeda-beda.

Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita.

Kedua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), yaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi, atau tempat kost.

Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (al hayah ‘ammah), yaitu tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar.


a. Batasan Aurat Wanita

Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT:
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).

Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan) (Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur’an, juz III, hal. 316).

Selanjutnya, “illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti ‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, juz XVIII, hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha): “Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan, ‘Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan’.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, juz XII, hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57).

Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw, yaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar :

“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud].

Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.

b. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Khusus

Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya (Qs. an-Nuur [24]: 31) “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi Saw “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) [HR. Abu Dawud]. Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.

Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya.

Namun demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

Mengenai dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi Saw dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah Saw berpaling seraya bersabda :

“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” [HR. Abu Dawud].

Jadi Rasulullah Saw menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi Saw berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.

Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi Saw tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi Saw kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
“Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.” [HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya’ dalam kitab Al-Ahadits Al-Mukhtarah, juz I, hal. 441] (Al-Albani, 2001 : 135).

Qibtiyah adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah Saw mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda: “Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu.”
Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit. Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.

c. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Umum

Pembahasan poin b di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita.

Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.

Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menempakkan perhiasan dan keindahan tubuh bagi laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.

Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.

Apakah pengertian jilbab? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.

Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 48).

Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung) :

“Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).

Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) :

“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” (Qs. al-Ahzab [33]: 59).

Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah r.a., bahwa dia berkata :

“Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata, ‘Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?’ Maka Rasulullah Saw menjawab: ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!” [Muttafaqun ‘alaihi] (Al-Albani, 2001 : 82).

Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, juz I, hal. 388, mengatakan: “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar (rumah) jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).

Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu ‘Athiah r.a. di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab, untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum),  maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi Saw tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.

Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan: “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka).

Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini yaitu idnaa’ berarti irkhaa’ ila asfal— diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda :

“Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi Saw menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’ (yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab, ‘Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, ‘Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” [HR. At-Tirmidzi, juz III, hal. 47; hadits sahih] (Al-Albani, 2001 : 89).

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi Saw, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah yaitu jilbab telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.

Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “[/i]yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina[/i]” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah “Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan) (An-Nabhani, 1990 : 45-51).

3. Penutup

Dari penjelasan di atas jelas bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam al-Qur’an.

Jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah. [oleh : M. Shiddiq al-Jawi]

Setelah ia membaca dan memahami betul wacana diatas, ia faham bahwa ternyata menutup aurat adalah suatu kewajiban bagi setiap wanita muslim yang telah baligh (dewasa). Ia pun juga menyadari bahwa ternyata apa yang dilakukan di dunia ini kelak di hari pembalasan akan dimintai pertangungjawabannya, tak luput juga dengan pertangungjawaban menutup aurat. Seusai memahami tulisan ini ia bergegas tuk berusaha dan bersegera tuk mencari pinjaman jilbab dan kerudung.Muski sebenarnya ia masih berat untuk melakukannya, tapi inilah bentuk konsekwensi keimanan kita terhadap Allah SWT. Semoga kita bisa tetep terus istiqomah di jalan-NYA tuk menerapkan perintah-perintah Allah SWT di muka bumi ini. Aamiin
---------------------
Referensi :
1. Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2001. Jilbab Wanita Muslimah Menurut Al-Qur`an dan As Sunnah (Jilbab Al-Mar`ah Al-Muslimah fi Al-Kitab wa As-Sunnah). Alih Bahasa Hawin Murtadlo & Abu Sayyid Sayyaf. Cetakan ke-6. (Solo : At-Tibyan).
2.  Ar-Radd Al-Mufhim Hukum Cadar (Ar-Radd Al-Mufhim ‘Ala Man Khalafa Al-‘Ulama wa Tasyaddada wa Ta’ashshaba wa Alzama Al-Mar`ah bi Satri Wajhiha wa Kaffayha wa Awjaba). Alih Bahasa Abu Shafiya. Cetakan ke-1. (Yogyakarta : Media Hidayah).2002.
3. Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1998. Emansipasi Adakah dalam Islam Suatu Tinjauan Syariat Islam Tentang Kehidupan Wanita. Cetakan ke-10. (Jakarta : Gema Insani Press).
4. Ali, Wan Muhammad bin Muhammad. Al-Hijab. Alih bahasa Supriyanto Abdullah. Cetakan ke-1. (Yogyakarta : Ash-Shaff).
5. Ambarwati, K.R. & M. Al-Khaththath. 2003. Jilbab Antara Trend dan Kewajiban. Cetakan Ke-1. (Jakarta : Wahyu Press).
6. Anis, Ibrahim et.al. 1972. Al-Mu’jamul Wasith. Cet. 2. (Kairo : Darul Ma’arif)
7. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam. Cetakan ke-3. (Beirut : Darul Ummah).
8. Ath-Thayyibiy, Achmad Junaidi. 2003. Tata Kehidupan Wanita dalam Syariat Islam. Cetakan ke-1. (Jakarta : Wahyu Press).
9. Bin Baz, Syaikh Abdul Aziz et.al. 2000. Fatwa-Fatwa Tentang Memandang, Berkhalwat, dan Berbaurnya Pria dan Wanita (Fatawa An-Nazhar wa al-Khalwah wa Al-Ikhtilath). Alih Bahasa Team At-Tibyan. Cetakan ke-5. (Solo : At-Tibyan).
10. Taimiyyah, Ibnu. 2000. Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Sholat (Hijab Al-Mar`ah wa Libasuha fi Ash-Shalah). Ditahqiq Oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Alih Bahasa Hawin Murtadlo. Cetakan ke-2. (Solo : At-Tibyan).
11.  5 Risalah Hijab Kumpulan Fatwa-Fatwa Tentang Pakaian, Hijab, Cadar, Ikhtilath, Berjabat Tangan, dan Khalwat (Majmu’ Rasail fi Al Hijab wa As-Sufur). Alih Bahasa Muzaidi Hasbullah. Cetakan ke-1. (Solo : Pustaka Arafah).et. al. 2002.
12. Qonita, Arina. 2001. Jilbab dan Hijab. Cetakan ke-1. (Jakarta : Bina Mitra Pres)

5 Apr 2012

Sarana Pendidikan MTS Negeri Ujung Jaya Sumedang

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI (MTsN) UJUNGJAYA
KABUPATEN SUMEDANG
Jalan Raya Ujungjaya No. 158  Tlp. (0261) 207170. UJUNGJAYA - S U M E D A N G












FASILITAS
1. Lingkungan madrasah dan ruang belajar yang bersih dan nyaman.
2. Sarana belajar berbasis ICT, (LCD proyektor, OHP, slide, dan audio visual)
3. Pusat sumber belajar (PSBB), yang meliputi perpustakaan, laboratorium bahasa, computer dan IPA yang memadai.
4. Sarana Masjid yang mendukung sarana peribadatan seluruh warga madrasah yang luas dan nyaman,
5. Sarana koperasi siswa yang menyediakan kebutuhan siswa


EKSTRA KURIKULER
1. Bimbingan siswa berprestasi akademik, (KIR dan Olimpiade untuk mengikuti kompetisi local, regional dan nasional)
2. Olah roga prestasi (volley ball, basket, futtsall, sepak bola, badminton dan tenis meja)
3. Kesenian (musik band, seni tari, dan seni lukis)
4. Keilmuan dan kepemimpinan (Pramuka dan PMR)
5. Bidang keagamaan (pidato dan Qiro’ah)
6. Life Skill (komputer, elektronika, tataboga dan tatabusana)


TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN
Dibimbing oleh guru-guru yang profesional dengan kualifikasi S1 dan S2 sesuai bidang masing-masing yaitu 10 % kualifikasi S2, 90% kualifikasi S1



Kemajuan yang luar biasa pesat ini menjadikan MTs Negeri Ujungjaya terakreditasi "A".

"Disiplin Adalah Kunci Utama Sukses" sebagai moto yang memotivasi para guru, karyawan, dan juga siswa untuk terus meraih kesuksesan di masa yang akan datang. Masyarakat, terutama di wilayah kecamatan Ujungjaya, sudah sangat mengenal MTs Negeri Ujungjaya. Ia bukan lagi sebagai pilihan kedua, melainkan menjadi pilihan utama para siswa lulusan SD dan MI. Hal ini membuat MTs Negeri Ujungjaya kewalahan, mengingat hanya 5 ruang kelas yang tersedia untuk setiap angkatan. Jadi, penambahan sarana ruang belajar menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi.

Do'akan kami untuk selalu terus memberikan yang terbaik bagi para calon pemimpin bangsa ini.

Staf Dan Pengajar MTSN Ujung Jaya

TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN

Dibimbing oleh guru-guru yang profesional dengan kualifikasi S1 dan S2 sesuai bidang masing-masing yaitu 10 % kualifikasi S2, 90% kualifikasi S1

Kepala Sekolah
  • Drs. SUTOMO


Staf Dan Pengajar
  1. Drs. H E R I, M.Pd.i.
  2. Drs. APANDI NATAWAREGA, M.M.Pd.
  3. H. SUJANA, S.Ag.
  4. RD. IMAN FIRMANSYAH, S.Ag. M.M.Pd.
  5. USMAN
  6. EMEH SARIMAH,S.Pd. M.M.Pd.
  7. SUKARNAH,S.Ag
  8. AEP SUHARJA,S.Pd.
  9. DADANG M. ARKAN, S.Ag
  10. CAHYANA, S.Pd
  11. YAYAN KARYANA, S.Pd.
  12. Drs. NURJAMAN
  13. IDA PARIDA, S.Pd.I.
  14. Drs. JAJA NUGRAHA
  15. SYARI'AH, S.Pd.
  16. CICIH KURNIASIH
  17. PIPIH SOPIAH, S.S.
  18. AAN KUSNANDI
  19. IIS LELI SUKAWATI, S.Pd.
  20. EUIS SUHARTINI, S.Pd.
  21. TITIN SOPIAH, S.Pd
  22. HILMI NUGRAHA, S.Pd.I.
  23. Drs. NANA SUHANA DARMATIN
  24. IPONG DARMINI, S.Pd.
  25. LINDA HERAWATI, S.Pd.I.
  26. DEDE SAMBAS KUSTIAWAN, S.S.
  27. ABDUL MUTOLIB, S.Ag
  28. DIKDIK WAHYUDI EKAJATI, S.Pd.I.
  29. ADE KOKOM MINTARSIH, S.Pd.
  30. ADAM JAELANI, S.Pd.I.
  31. ELIS INDA KURNIA, S.Pd.I.
  32. MUSHONEF, S.Pd.I.
  33. IMANIA APANDI NHA. S.Pd.
  34. MIA SRIE SETIAWATI, S.Pd.
  35. AYI DEWI KURAESIN, S.E.
  36. AGUS ROHENDI, S.Sn.
  37. DEDEH EHA JULAEHA, S.S.
  38. PIPIET PHUSPITA NAELA
  39. LILIS LISNAWATI, S.Pd.
  40. ABDUL HANAN
  41. AAT HAYATUL QODARIYAH
  42. IYAN NURUL HOLIK

31 Mar 2012

Mts Negeri Ujung Jaya Menerima Siswa Baru Tahun Ajaran 2012/2013

طلب العلم فريضة على كل مسلم  – رواه ابن ماجه

"Menuntut ilmu adalah kewajiban utama atas setiap muslim". (HR. Ibnu Majah)
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Ujungjaya Kabupaten Sumedang berdiri pada tahun 1996. Sebelumnya adalah kelas jauh dari MTs Negeri Tomo. Ribuan orang telah "menikmati" belajar di sini. Berbagai hal terus berkembang menuju kemajuan. Mulai dari bangunan, sarana, kuantitas dan kualitas lulusan, hingga status "UNGGULAN" yang disandang sebagai pembuktian perhatian dan dedikasi  yang besar dari Kepala Sekolah dan Segenap Pengajar MTs Negeri Ujungjaya.

 Halaman Depan Mts Negeri Ujung Jaya Kabupaten Sumedang

Kini, tahun 2012, Madrasah Tsanawiyah Negeri Ujungjaya memiliki 1 Ruang Kepala Madrasah, 1 Ruang Guru, 1 Ruang TU, 15 ruang kelas, Laboratorium Komputer dengan 20 unit komputernya, Laboratorium Bahasa dengan 20 unit sarana pendukungnya, Laboratorium IPA dengan berbagai peralatannya, Perpustakaan dengan berbagai macam buku penunjang pendidikan siswa, Ruang BP, Ruang UKS, Ruang OSIS, dan tentunya sebuah mesjid. Kemajuan yang luar biasa pesat ini menjadikan MTs Negeri Ujungjaya terakreditasi "A".

"Ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta"

MENERIMA SISWA BARU TAHUN AJARAN 2012/2013

Alamat : MTs Negeri Ujung Jaya  Jl. Raya ujung Jaya 158 Sumedang

25 Mar 2012

Ya Allah Berkahilah Hati Kami

Ya Allah berkahilah hati kami, agar semua kesombongan dalam hati dan diri kami digantikan dengan Rahmat dan berkahMU
Ya Allah berkahilah hati kami, agar semua kemarahan digantikan dengan Rahmat dan berkahMu
Ya Allah berkahilah hati kami, agar semua sifat yang mementingkan diri sendiri dan keegoisan digantikan dengan Rahmat dan berkahMu
...
Ya Allah berkahilah hati kami, agar semua sifat ujub, iri hati, dengki dan takabur, digantikan dengan Rahmat dan berkahMU

Ya Allah berkahilah hati kami, agar semua kelicikan dan keserakahan digantikan dengan rahmat dan berkahMu

Ya Allah biarkanlah rahmat dan berkahMU memenuhi seluruh hati dan diri kami, agar seluruh hati dan diri kami dipenuhi ketenangan, kedamaian, agar kami dapat semakin menggantungkan diri kepadaMu , selalu dalam limpahan RahmatMU dan berkahMu

Ya Allah terimakasih atas KasihMu yang telah membersihkan emosi-emosi negatif dalam hati dan diri kami ; Yang telah membuka dan mengarahkan hati kami menjadi semakin baik lagi dalam meraih Ridha-Mu , sehingga seluruh hati dan diri kami dipenuhi oleh Rahmat dan Berkah-Mu...Sehingga kami dapat menikmati ketentraman , kedamaian, ketenangan dan keindahan dalam limpahan Rahmat dan berkahMu...

Aamiin Ya Allah..Aamiin Ya Rabbal alamiin...
Alhamdulillahi 'ala kullihal...

♥♥.•*´¨`*•.¸¸.•*´¨`*•.¸¸.•*´¨`*•.¸¸.•*´¨`*•.¸¸.•
... سُبْحَان اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلّهِ وَ لآ اِلهَ اِلّا اللّهُ وَ اللّهُ اَكْبَرُ وَلا حَوْلَ وَلاَ قُوَّة ِ الَّا بِاللّهِ الْعَلِىّ الْعَظِيْم
.•*´¨`*•.¸¸.•*´¨`*•.¸¸.•*´¨`*•.¸¸.•*´¨`*•.¸¸.• •*´¨♥♥


___________░▒▒▒░
_________▒░▒░▒░▒
________▒░░░▒░░░▒
______▒▒░░░▒░░░░▒
____▒▒░░░░▒░░░░░▒
_█_▒▒░░░░▒░░░░░░▒
_██▒░░░░▒▒░░░░░░▒█
_██▒░░░▒▒▒░░░░░▒ █_ █
█_██░░▒▒▒█░░░░▒ █ ██
████░░████░░░░░███
_██████████░░░████
__███████████████
___█████████████
____█_██_██_███___█
_______█_ ██ _██__███
___███___ ██ _█_ █████
_███▓██__██__ ███▓██
_████▓██_██_ ███▓██
__████▓██ ██_██▓███
____██▒▒▒_██_█████
_____▒░░░▒██_███ ▒▒▒▒
____▒░░░░░▒████▒▒░░░▒
____▒░░░░░░▒█▒░░░░░░░▒
_▒▒░░░░░░▒▒▒▒▒▒░░░░░▒
▒░░░░░░░▒▒▒▒▒▒▒▒░░░░▒
▒░░░░░░▒░▒▒▒▒▒▒░░░░░▒
_▒▒▒▒▒▒░░▒░▒░░▒▒▒▒▒▒
___▒░░░░░▒██▒░░░▒▒
_▒░░░░░░▒_██_▒░░░░▒
▒░░░░░░▒__██__▒░░░░▒
▒░░░░░▒___██___▒░░░░▒
_▒░░░▒____██____▒░░░▒
__▒░▒_____██____▒░░▒
__▒▒______██____▒░▒.
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العَالَمِينَ () الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ () مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ () إيَّاكَ نَعْبُدُ وإيَّاكَ نَسْتَعِينُ () اِهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيمَ () صِرَاطَ الَّذِينَ أنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيِنَ.()

Beriman Kepada Rosul-Rosul Allah


Pengertian Iman kepada Rasul Allah

Iman kepada rasul adalah mempercayai bahwa Allah telah mengutus para nabi dan rasul untuk keselamatan umat manusia dunia dan akhirat. Iman kepada rasul merupakan rukun iman yang keempat. Orang islam wajib mengimani para nabi dan rasul.


Nama-nama Rasul Allah dan Sifat-sifatnya

1. Nama-nama Rasul Allah

Nama-nama rasul Allah swt, yang wajib kita ketahui ada 25 orang, yaitu:

1. Adam a.s
2. Idris a.s
3. Nuh a.s
4. Hud a.s
5. Saleh a.s
6. Ibrahim a.s
7. Luth a.s
8. Ismail a.s
9. Ishaq a.s
10. Yaqub a.s
11. Yusuf a.s
12. Ayub a.s
13. Zulkifli a.s
14. Suaib a.s
15. Musa a.s
16. Harun a.s
17. Daud a.s
18. Sulaiman a.s
19. Ilyas a.s
20. Ilyasa a.s
21. Yunus a.s
22. Zakaria a.s
23. Yahya a.s
24. Isa a.s
25. Muhammad saw.

2.  Sifat-sifat Rasul

Para rasul mempunyai sifat-sifat yang istimewa dibanding dengan manusia pada umumnya. Sifat-sifat tersebut adalah:

* Siddiq (benar)

Seorang rasul wajib mempunyai sifat siddiq, jika tdak, maka umatnya akan menjadi sesat. Rasul mustahil bohong (kizib)

* Amanah (terpercaya)

Seorang rasul dalam mengemban titah Allah wajib mempunyai sifat amanah supaya sukses dalam menyampaikan ajaran-Nya. Seorang rasul mustahil bersifat khianat.

* Fatanah (cerdas)

Para rasul sebagai manusia pilihan wajib memiliki kecerdasan, supaya bisa membimbing umatnya dan mengatasi seluruh persoalan yang terjadi, terutama masalah keagamaan. Mustahil Seorang rasul bodoh (baladah)

* Tablig (menyampaikan)

Segala perintah Allah dan larangan-Nya wajib disampaikan kepada umatnya, supaya terbimbing ke jalan yang benar. Seorang rasul mustahil menyembunyikan (kitman) firman-firman Allah untuk umatnya.

C.  Fungsi Beriman kepada Rasul Allah

Fungsi beriman kepada rasul Allah di antaranya:

1. Menambah keyakinan kita kepada rasul itu sendiri. Sehingga tidak ragu-ragu lagi bahwa ajaran yang dibawahnya adalah benar-benar untuk keselamatan dunia dan akhirat.

2. Menjadikan teladan perilaku rasul dalam kehidupan sehari-hari, karena rasul tidak ada yang mengajarkan kepada sesuatu yang menyesatkan.

3. Menjadi jembatan untuk menuju kebahagiaan yang hakiki,m karena para rasul senantiasa diberikan wahyu dan pelihara segala tindakannya sehari-0hari. Perilaku rasul itu semata-mata karena perintah dan ajaran Allah, bukan dari nafsunya.


D.  Meneladani Sifat-sifat Rasulullah saw.

1. Meneladani Sifat Siddiq   

Untuk menel;adani sifat siddiq, dalam kehidupan sehari-hari dapat diusahakan dengan cara selalu berkata benar, tidak berbohong dalam berbicara dengan siapa pun. Benar dalam hati, ucapan, dan tindakan. Rasulullah saw, selama hidupnya tidak pernah berbohong, baik terhadap para sahabatnya maupun terhadap musuhnya.

2. Meneladani Sifat Amanah

Amanah artinya dapat dipercaya. Apabila kamu pipercaya melakukanb sesuatu sebaiknya dapat dipercaya, sehingga tugas apa pun selalu dikerjaan dengan baik dan benar.

3. Meneladani Sifat Fatanah

Fatanah artinya cerdas. Kecerdasan merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, tetapi tidak merata. ada yang cerdas dan ada pula yang tidak cerdas. Dalam meneladani sifat ini dapat dilakukan dengan cara bersungguh-sungguh dalam belajar atau menuntut ilmu.

4. Meneladani Sifat Tablig

Menyampaikan sesuatu yang benar kepada sesama manusia termasuk salah satu upaya untuk meneladanisifat tablig. Mnyampaikan kebenaran dan mencegah kemaksiatan yang dilakukan oreang lain biasanya mengandung risiko. Keberanian melakukan ini merupakan salah satu perbuatan yang mulia. Hal ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, ketika berdakwah. Beliau seringkali disambut dengan cemooh, hinaan, bahkan lemparan batu dan kotoran unta. Ini semua dilakuakan semata-mata karena perintah Allah swt.

Definisi, Pengertian dan Arti Aqidah

Akidah (Bahasa Arab: اَلْعَقِيْدَةُ; transliterasi: Aqidah) dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah.
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.


Sedangkan menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.


Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih

Pembagian akidah tauhid

Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama :
  • Tauhid Al-Uluhiyyah,
    mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
  • Tauhid Ar-Rububiyyah,
    mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
  • Tauhid Al-Asma' was-Sifat,
    mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40
surah / surat : Yusuf Ayat : 40


maa ta'buduuna min duunihi illaa asmaa-an sammaytumuuhaa antum waaabaaukum maa anzala allaahu bihaa min sulthaanin ini alhukmu illaa lillaahi amara allaa ta'buduu illaa iyyaahu dzaalika alddiinu alqayyimu walaakinna aktsara alnnaasi laa ya'lamuuna
Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.